KNKT Menyarankan Mobil Listrik Harus Dilengkapi Dengan APAR

SoPasti.Com

Jakarta, Autos.id  –  Viralnya kecelakaan mobil listrik yang menyebabkan ledakan dan kobaran api yang cukup besar beberapa waktu lalu, membuat Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengintruksikan agar setiap kendaraan listrik selalu disediakan Alat Pemadam Api Ringan atau APAR. Karena alat pemadam ini bisa membantu mencegah risiko kebakaran yang terjadi pada kendaraan listrik.

Hal ini dikemukakan oleh Investigator Senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan di arena GIIAS 2023.

Melalui diskusi yang digelar oleh Forum Wartawan Otomotif (Forwot) bersama PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk yang diketahui merupakan salah satu pemain EV di Tanah Air, Ahmad menerangkan bahwa APAR yang disiapkan di kendaraan listrik atau kendaraan pada umumnya tidak akan banyak membantu lantaran masyarakat kebanyakan tidak mengetahui bahwa kebakaran terdiri atas beberapa tipe. Kemudian, penanganannya juga berbeda-beda.

KNKT Menyarankan Mobil Listrik Harus Dilengkapi Dengan APAR

Ahmad Wildan – Investigator Senior KNKT

“Kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV) masih merupakan barang baru, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia secara umum. Seiring dengan adopsinya yang mulai meluas, kekhawatiran akan bahaya yang mungkin muncul dari mobil listrik ini juga berbanding lurus dengan jumlahnya yang semakin banyak mengaspal di jalanan,” tukas Ahmad kemarin (Rabu, 16/8).

Salah satu kekhawatiran dari mulai masifnya EV adalah penanganan saat jenis kendaraan bertenaga baterai itu terbakar. Khususnya mobil, belakangan, mulai banyak muncul kasus-kasus mobil listrik terbakar dan ternyata sulit dipadamkan. Banyak kasus mobil listrik terbakar sangat sulit dipadamkan. Api baru akan mati ketika sel baterai atau daya di dalam baterainya baru benar-benar habis. Sampai mobil hangus terbakar pun, kalau kandungan kimia di dalam baterainya belum habis, api akan sulit dipadamkan.

Menurut Ahmad, kendaraan listrik itu menggunakan baterai lithium. Karena itu, ketika dalam satu box ada ratusan sel baterai, jika salah satu ada yang mengalami mallfunction. hanya bisa charge sampai 70 persen. Sel yang lain bisa 100 persen, tapi yang satu hanya bisa 70 persen maka bisa saja menjadi panas. “Ini akan menjalar ke sel lainnya dan dapat menyebabkan ledakan,” tukas Ahmad.

Dari kiri – kanan : Joko Kusnantoro, PLt Kasubdit Uji Tipe Bermotor, Kementerian Perhubungan RI, Indra Proboso (Ketua Forwot), Ahmad Wildan – Investigator Senior KNKT dan Ludiatmo – CCO PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk

Oleh sebab itu, Ahmad menerangkan, keamanan yang paling utama di dalam baterai adalah baterai management system (BMS). terkait BMS ini ada harga ada rupa. Ada BMS yang hanya bisa mendeteksi kemampuan satu box. Ada juga yang bisa mendeteksi setiap satu sel.

“Tapi yang BMS nya lengkap dia akan langsung cut off secara otomatis ketika menemukan masalah. Sehingga kita tahu itu tidak akan terjadi mallfunction. Tapi kita tahu bila BMS yang hanya bisa membaca satu box. Ini biasanya akan meledak, karena saya sering menemukan kasus ini di sepeda motor listrik. BMS nya tidak mampu membaca terjadinya malfunction,” imbunya.

Dirinya menerangkan, pertama, jenis kebakaran dibedakan menjadi Golongan A, yaitu kebakaran bahan padat kecuali logam. Contohnya adalah kertas, plastik karet, kain, kayu, stereoform dan sebagainya. Penggunaan tepung kimia kering, goni basah, tanah lumpur, pasir menjadi sarana efektif untuk menanganani jenis kebakaran golongan ini.

Selanjutnya ada Golongan B, yaitu kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar. Contohnya adalah BBM, gas LPG, spirtus, alcohol kadar tinggi dan sebagainya. Pemadaman menggunakan media air “diharamkan” dalam klasifikasi golongan ini, karena dapat menyebabkan api justru akan melebar dan membesar.

Baterai lithium untuk kendaraan listrik

Lain lagi Golongan C, kebakaran instalasi listrik bertegangan. Contohnya adalah instalasi listrik rumah tanggan, sambungan kabel (soket), perangkat elektronik yang menggunakan listrik, mesin-mesin dan sebagainya. Penggunaan air juga tidak dianjurkan dalam penanganan kebakaran golongan ini karena akan memicu bahaya lain, penggunaan dry chemical, APAR, atau karbondioksida (CO2) jika terjadi kebakaran dalam ruangan.

Terakhir Golongan D, kebakaran logam. Contohnya adalah alumunium, magnesium dan sebagainya. Umumnya jenis kebakaran ini berpotensi terjadi di ranah industri, manufaktur atau laboratorium dan jarang terjadi di ranah rumah tangga. Penggunaan dry chemical, pasir halus dan kering disarankan untuk penanganan kebakaran jenis ini.

“Karena jenisnya berbeda-beda tadi, ditambah material baterai mobil listrik yang memang masih sulit dipadamkan, risiko kebakaran EV masih sulit ditekan. Makanya KNKT bersama regulator juga terus mendorong untuk dibuat aturan terkait APAR yang cocok untuk EV,” kata Ahmad menambahkan.

via Berita

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini kadang kala berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dimiliki oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal tersebut, Sobat dapat menghubungi kami disini.